Jumat, 07 Oktober 2016

HARAPAN ANAK MUDA KATHOLIK

HARAPAN ANAK MUDA KATHOLIK PAPUA SANGAT KENTAL SAAT  PAUS FRANSISKUS YOHANES AKAN BERKUNJUNG KEPAPUA


Kunjungan Paus Fransiskus ke RI Ulangi Paus Yohanes

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Achmad Syalaby Reuters 
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin umat Katolik Paus Fransiskus bakal berada di ibu kota Jakarta, pada Juli 2017 mendatang.Sebetulnya, jika rencana kunjungan Pemimpin Tertinggi di Vatikan kali ini terjadi, bukan kali yang pertama.

Pada 1989 silam, Paus Yohanes Paulus I, menjadi Imam Tertinggi Katolik pertama yang bertandang ke Indonesia. Bahkan, dalam kunjungan ketika itu, Paus Yohanes menyambangi sejumlah provinsi di Indonesia untuk menemui masyarakat Indonesia.

Dalam sebuah ungkapan setelah kunjungan ketika itu, Paus Yohanes sempat memuji masyarakat Indonesia yang sejuk dan toleran. Paus Fransiskus berkunjung ke Indonesia dalam rangka menghadiri perhelatan Asian Youth Day (AYD) 2017 di Indonesia. Agenda tersebut merupakan perhelatan ke-7 Pemuda Katolik Asia.

Perjumpaan tiga tahunan itu, pertama kali digelar pada 1999 silam di Bangkok, Thailand. Terakhir, AYD 2014 mengambil tempat di Korea Selatan (Korsel).
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrowi menyarankan, agar kepanitian AYD Indonesia tak sekadar mengggelar agenda kepemudaan. Melainkan, kata politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, agar AYD 2017 juga diisi dengan gelaran kompetisi keolahragaan.

Usulan Imam itu, karena AYD 2017 bertepatan dengan persiapan Indonesia untuk menjajal diri sebagai tuan rumah Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).

PAUSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia Akan Perteguh NKRI

Kamis, 04 Februari 2016 | 20:23 WIB 
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Indonesia untuk Vatikan, Antonius Agus Sriyono, optimistis Paus Fransiskus berkunjung ke Indonesia pada 2017. Perhatian Paus terhadap negara miskin dan berkembang di Asia adalah faktor yang memperkuat keyakinannya.

“Kalau dari probabilitas, harapan sangat besar, karena Paus mendekat ke Asia,” kata Agus saat berkunjung ke kantor redaksi Tempo di Jakarta, Kamis, 4 Februari 2016.

Agus akan berusaha sebaik mungkin agar Vatikan memenuhi undangan pemerintah Indonesia. “I do my best,” ucap mantan Duta Besar Selandia Baru itu.

Selain itu, Asian Youth Day ketujuh yang berlangsung di Indonesia pada Agustus 2017 dijadwalkan dihadiri Paus Fransiskus. Asian Youth Day adalah temu orang muda Katolik se-Asia yang dilaksanakan dalam rentang tiga tahun sekali. Paus hadir pada Asian Youth Day keenam pada 2014 di Seoul, Korea Selatan.
Baca: Dubes RI untuk Vatikan Agus Sriyono: Ada Misi Jalan Tengah

Sebelum bertolak ke tempat tugas barunya di Vatikan pada 21 Februari mendatang, Agus mengaku telah bertemu dengan Monsinyur Antonio Guido Filipazzi dan Uskup Agung Ignatius Suharyo untuk membahas undangan kepada Paus Fransiskus untuk berkunjung ke Indonesia.

Meski pemerintah sudah mengundang resmi Paus Fransiskus ke Indonesia, menurut Agus, belum ada kepastian mengenai tempat-tempat yang akan dikunjungi Paus.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerima undangan resmi berkunjung ke Vatikan. Namun Jokowi belum memberikan jawaban resmi tentang kepastian memenuhi undangan itu.

Ketua Gerakan Ekayastra Unmada atau Gerakan Semangat Satu Bangsa A.M Putut Prabantoro mengharapkan Paus Fransiskus memenuhi undangan pemerintah Indonesia. Kehadiran Paus akan memperteguh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terutama untuk daerah-daerah konflik.

"Paus adalah simbol yang mempersatukan," tutur Putut, yang turut menyambangi Tempo bersama Agus.

ARKHELAUS W.
PAUUUUUUUSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS
 

2017, Paus Fransiskus Akan Kunjungi Empat Provinsi di Indonesia

Senin, 01 Februari 2016 |


Jakarta - Paus Fransiskus direncanakan akan datang ke Indonesia pada 2017 dalam rangka menghadiri Hari Pemuda Asia ke-7 (7th Asian Youth Day) yang akan digelar di Kota Yogyakarta, Provinsi DIY. Paus juga akan bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo dan setidaknya berkunjung ke tiga provinsi lainnya yaitu Kalimantan Barat, Papua, dan Sulawesi Utara (Manado).
Hal itu dikatakan oleh Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Vatikan yang baru bertugas, Antonius Agus Sriyono, saat berkunjung ke kantor Berita Satu Media Holdings, di Jakarta, Senin (1/2). Dubes yang biasa disapa Agus itu merupakan dubes RI untuk Vatikan kedua yang beragama Katolik, sedangkan dubes-dubes sebelumnya beragama Islam.
"Pak Presiden Jokowi rencananya akan berkunjung ke Vatikan pada September-Oktober, lalu diikuti kunjungan Paus tahun depan ke sini untuk Asian Youth Day," kata Agus.
Agus mengaku, dirinya berharap kunjungan Presiden Jokowi benar-benar terlaksana, sehingga terjadi asas resiprositas (saling memberi dan menerima). Apalagi, Paus Fransiskus juga berkunjung ke forum yang sama di Korea Selatan saat Hari Pemuda Asia ke-6.
"Hitung-hitungan kami, kalau Pak Jokowi karena kesibukan bulan September dan Oktober tidak hadir. Saya agak khawatir biasanya kan asas resiprositas, Paus sulit hadir karena presiden tidak hadir," ujar Agus yang sebelumnya menjabat dubes RI untuk Selandia Baru dan wakil dubes RI untuk Moskow.
Meski demikian, Agus merasa optimistis Presiden Jokowi akan datang ke Vatikan, mengingat respons positif presiden saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Vatikan, Kardinal Pietro Parolin, awal Agustus 2015.
"Pak Jokowi sangat ingin datang, dan secara simbolik ini suatu yang positif terkait misi saya untuk merawat kemajemukan bangsa terutama dari aspek kemajemukan agama," kata Agus.
Agus mengaku, memiliki misi khusus sebagai dubes baru RI untuk Vatikan, yaitu menyebarkan diplomasi kebudayaan terutama melakukan dialog antaragama. Menurutnya, Vatikan masih menjadikan Indonesia sebagai model dalam kehidupan pluralisme antar umat beragama. Agus akan bertolak ke Vatikan untuk memulai tugasnya pada 14 Februari 2016.
PAAAAAAUUUUUSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS
HAM
Penulis: Eben E. Siadari 13:21 WIB | Selasa, 03 Mei 2016

Gereja Katolik Minta PBB Investigasi Pelanggaran HAM Papua

Rekomendasi penyelidikan terhadap pelanggaran HAM di Papua datang dari Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Brisbane, Australia.

BRISBANE, SATUHARAPAN.COM - Setelah sebagian hasil temuan mereka ke Papua sempat jadi berita ramai di media massa bulan lalu, Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Brisbane, Australia, akhirnya melansir secara lengkap hasil temuan tersebut pada hari Minggu (1/5) di Brisbane dan hari ini di Jakarta. Dalam laporan yang diberi judul We Will Lose Everything, A Report of Human Right Fact Findings to West Papua  itu, laporan ini menerbitkan rekomendasi yang cukup progresif, termasuk mendesak adanya campur tangan PBB terhadap pelanggaran HAM di Papua dan bagi upaya penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua.
Dalam laporan setebal 24 halaman itu,  salah satu rekomendasi mereka adalah "Mendesak pemerintah-pemerintah di Pasifik, termasuk Australia, untuk mengupayakan intervensi Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan Sidang Umum PBB untuk melakukan investigasi independen terhadap pelanggaran HAM di Papua."
Selanjutnya, laporan yang merupakan hasil pencarian fakta yang dilakukan oleh Executive Officer Komisi, Peter Arndt dan Suster dari St Joseph Sydney, Susan Connelly, juga merekomendasikan agar "negara-negra di Pasifik, termasuk Australia, menekan pemerintah Indonesia secara langsung dan mengupayakan intervensi PBB untuk menyelenggarakan dialog antara Indonesia dengan para pemimpin rakyat Papua, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), untuk mengidentifikasi jalur yang kredibel bagi penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua."
Laporan ini dibuat setelah delegasi Komisi mengunjungi Merauke, Jayapura, Timika dan Sorong. Mereka berbicara dan mengorek keterangan dari penduduk Papua, termasuk saksi sejarah kecurangan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969. Sebagian dari laporan ini telah beredar awal Maret lalu yang dilaporkan oleh catholicleader.com.au.
Misi pencarian fakta ini  mewawancarai lebih dari 250 tokoh masyarakat di Jayapura, Merauke, Timika dan Sorong. Bukan hanya soal HAM, laporan itu juga  mendokumentasikan berbagai diskriminasi ekonomi, sosial dan agama di Papua, termasuk bagaimana penguasaan tanah telah lebih menguntungkan perusahaan multinasional sedangkan warga Papua dikecualikan dari kepemilikan dan pekerjaan.
Laporan tersebut mengungkap secara rinci bagaimana tim pencari fakta mengunjungi sejumlah tempat dan orang di Papua, hingga tiba pada rekomendasi tersebut. Pelanggaran HAM di masa lalu yang terus berlanjut hingga kini diutarakan dalam bentuk narasi maupun angka.
Sebagai contoh, disebutkan bahwa pada tahun 1977 terjadi pengeboman dan kelaparan selama tiga bulan di dataran tinggi Papua, yang diperkirakan menewaskan 25.000 orang. Pengeboman juga terjadi pada tahun 1997 yang merusak ladang dan ternak, yang menyebabkan kelaparan dan kematian ribuan penduduk desa.
Pada 1998 dilaporkan terjadi pembunuhan terhadap pria dan wanita yang sedang berdoa untuk kemerdekaan. Selain itu, dicatat pula pembunuhan terhadap tokoh Papua seperti Arnold Ap (1984), Dr. Thomas Wainggai (1996) dan Theys Eluay (2001) dan Kelly Kwalik (2009).
Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam dekade belakangan ini terjadi pelecehan dan intimidasi terhadap sejumlah lembaga-lembaga kemanusiaan internasional, termasuk Komite Internasional Palang Merah, lembaga Cordaid dari Belanda dan Peace Brigades International. "Organisasi-organisasi ini diusir dari Papua karena mereka membela HAM di wilayah mereka bekerja," kata laporan itu.
"Delegasi Komisi yang berkunjung ke Papua pada bulan Februari 2016 menemukan tidak ada perbaikan dalam situasi HAM. Laporan pelanggaran HAM oleh anggota pasukan keamanan Indonesia tidak berkurang dan status ekonomi dan sosial rakyat Papua tidak meningkat. Sistem politik dan hukum Indonesia tidak mau dan tidak mampu mengatasi pelanggaran HAM di Papua," demikian bunyi laporan tersebut.
"Banyak yang berbicara tentang adanya genosida dalam gerak lambat," kata laporan itu.
Diakui, laporan ini bermula dari kedatangan delegasi ULMWP ke Australia dan melakukan presentasi tentang yang terjadi di Papua. Seminggu setelah pertemuan, Komisi  Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Brisbane mengirimkan tim ke Papua.
Sebetulnya, demikian laporan ini memberi alasan, pada tahun 2015 pemimpin negara-negara Pasifik Selatan yang tergabung Pacific Islands Forum (PIF) Leader Summit di Port Moresby  telah merekomendasikan pencarian fakta ke Papua. Tetapi pemerintah Indonesia tidak mengizinkan. Padahal, salah satu tujuan Komisi mengirimkan delegasi  ke Papua adalah untuk membangun hubungan dengan gereja di Papua untuk berkolaborasi di masa mendatang di sekitar isu HAM dan lingkungan.
Karena RI tidak bersedia menerima misi PIF, maka dapat dikatakan Komisi ini menjadi salah satu misi pencari fakta tidak resmi dari Pasifik yang mengunjungi Papua.
Lebih jauh laporan itu mengatakan gereja dan organisasi masyarakat sipil di Pasifik harus melanjutkan membangun jejaring solidaritas dengan mitra mereka di Papua untuk mendukung advokasi dan aksi terhadap pelanggaran HAM serta mengupayakan penentuan nasib sendiri bagi rakyat dan pemimpin Papua, ULMWP.
Di Indonesia, laporan tersebut diluncurkan secara resmi di Jakarta pada Selasa, 3 Mei, oleh VIVAT International Indonesia, sebuah lembaga advokasi international.
Selengkapnya laporan ini, dapat dilihat di link ini: We Will Lose Everything.
Editor : Eben E. Siadari

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

HAM
Penulis: Eben E. Siadari 15:13 WIB | Jumat, 29 April 2016

 

Sejumlah Negara Hadiri 

PORT VILA, SATUHARAPAN.COM -  Tatkala Presiden Joko Widodo kembali mengunjungi Papua untuk ke sekian kalinya pada akhir pekan ini,  pulau paling timur Indonesia itu juga akan menjadi pokok pembicaraan oleh berbagai tokoh dari seluruh dunia di London. Saat ini tengah berlangsung persiapan penyelenggaraan pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP), yang dijadwalkan pada 3-4 Mei di Westminster, London.
Sejumlah negara Pasifik hadir pada acara ini diwakili oleh pemimpin negaranya.
IPWP adalah jejaring global lintas partai yang beranggotakan politisi dan anggota parlemen dari seluruh dunia yang mendukung penentuan nasib sendiri bagi Papua. Sejumlah anggota parlemen dari Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Prancis dan negara-negara Eropa lainnya, Australia, negara-negara Amerika Selatan dan negara-negara Pasifik Selatan ikut bergabung dalam jejaring ini.
Dari Vanuatu dilaporkan beberapa pemimpin negara-negara Pasifik Selatan tengah menuju London untuk berpartisipasi pada pertemuan tersebut. Di antara pemimpin negara yang akan hadir, menurut laporan radionz.co.nz, adalah Perdana Menteri Tonga, Akilisi Pohiva. Sedangkan negara Vanuatu akan diwakili oleh Menteri Pertanahan, Ralph Regenvanu. Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama, beberapa waktu lalu mengumumkan ia merencanakan perjalanan ke Inggris untuk menghadiri perayaan ulang tahun ke-90 Ratu Inggris. Belum diketahui apakah ia akan menghadiri pertemuan IPWP.
Pertemuan itu juga akan dihadiri oleh delegasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yaitu organisasi rakyat Papua yang merupakan wadah berbagai kelompok pro-penentuan nasib sendiri Papua. Menurut Tim Kerja ULMWP di Indonesia, Markus Haluk, delegasi ULMWP akan terdiri dari Sekjen ULMWP, Octovianus Mote, Jurubicara ULMWP, Benny Wenda yang sekaligus penyelenggara pertemuan, Rex Rumakiek dan Leoni Tanggama.
"Hanya Tuan Jacob Rumbiak, Pak Edison Waromi, Mama Yosepa Aloman dan saya yang ke Vanuatu, menghadiri pertemuan Melanesian Spearhead Group (MSG)," kata Markus Haluk, kepada satuharapan.com, lewat pesan seluler hari ini (29/4).
Menteri Pertanahan Vanuatu, Ralph Regenvanu, mengatakan pengakuan global terhadap penentuan nasib sendiri Papua semakin bertumbuh. Dia katakan, telah banyak perubahan signifikan dalam iklim politik di Papua selama satu tahun terakhir.
Tahun lalu, ULMWP mencapai pengakuan keanggotaan sebagai observer (pengamat) di organisasi sub regional Pasifik, MSG. Menurut Regenvanu, ini merupakan cermin dukungan internasional yang berkembang kepada rakyat Papua untuk mewujudkan aspirasi yang sah bagi penentuan nasib sendiri.
Pertemuan IPWP di London sendiri antara lain mengagendakan pembahasan strategi untuk menyelenggarakan penentuan nasib sendiri yang diawasi oleh lembaga internasional di Papua pada akhir dekade ini.
Selain pertemuan ini, di Oxford juga akan diadakan konferensi sehari pada hari Senin (2/5) berjudul 'The Day of Betrayal', yang akan meninjau kembali proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969, dari perspektif akademik, hukum dan hak asasi manusia.
Sebagai catatan, Pepera adalah referendum yang diselenggarakan di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-bangsa pada 1969, yang secara resmi mengintegrasikan Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, seiring dengan berbagai temuan penelitian sejarah, para kelompok pro-penentuan nasib sendiri mengatakan referendum itu berlansung di bawah tekanan dan bahkan paksaan, sehingga tidak sesuai dengan standar internasional. Mereka mengklaim, rakyat Papua tidak dikonsultasikan tentang proses referendum tersebut.
Sementara itu, di Port Vila, ibukota Vanuatu, hari ini terjadi unjuk rasa di depan kantor sekretariat MSG. Unjuk rasa ini dimotori oleh Free West Papua Association Vanuatu, menuntut agar MSG memberikan keanggotaan penuh kepada ULMWP serta membatalkan keanggotaan Indonesia.
Unjuk rasa ini seyogyanya dilangsungkan bersamaan dengan pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) khusus MSG untuk membahas penetapan Direktur Jenderal MSG pada 30 April. Namun KTT ditunda menjadi 3 Mei menyusul masih terdapatnya ketidaksepakatan dari Fiji, tentang diplomatnya yang ditunjuk sebagai direktur jenderal.
Walaupun sejumlah negara Pasifik Selatan menyatakan dukungan terhadap ULMWP dan penentuan nasib sendiri Papua, ada juga negara yang tetap mendukung Papua sebagai bagian dari Indonesia, seperti Papua Nugini dan Fiji. Indonesia sendiri sampai saat ini tidak mengakui ULMWP sebagai perwakilan rakyat Papua.
Editor : Eben E. Siadari
UUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU
NASIONAL

2017 Nanti Paus Akan Kunjungi Papua dan Manado

“Pak Presiden Jokowi rencananya akan berkunjung ke Vatikan pada September-Oktober, lalu diikuti kunjungan Paus tahun depan ke sini untuk Asian Youth Day,” kata Agus

Hidayatullah.com–Paus Fransiskus direncanakan akan datang ke Indonesia tahun 2017 dalam rangka menghadiri Hari Kaum Muda Asia ke-7 (7th Asian Youth Day) yang akan digelar di Yogyakarta, Provinsi DIY.
Paus juga akan bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo dan setidaknya berkunjung ke tiga provinsi lainnya – Kalimantan Barat, Papua, dan Sulawesi Utara (Manado).
Rencana itu dikatakan oleh Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Vatikan yang baru bertugas, Antonius Agus Sriyono, saat berkunjung ke kantor Berita Satu Media Holdings, di Jakarta, Senin (01/02/2016) sebagaimana dikutip UCANews.
Dubes yang biasa disapa Agus itu merupakan dubes RI untuk Vatikan kedua yang beragama Katolik, sedangkan dubes-dubes sebelumnya beragama Islam.
“Pak Presiden Jokowi rencananya akan berkunjung ke Vatikan pada September-Oktober, lalu diikuti kunjungan Paus tahun depan ke sini untuk Asian Youth Day,” kata Agus.
Agus mengaku, dirinya berharap kunjungan Presiden Jokowi benar-benar terlaksana sehingga terjadi asas resiprositas (saling memberi dan menerima). Apalagi, Paus Fransiskus juga berkunjung ke forum yang sama di Korea Selatan saat Hari Kaum Muda Asia ke-6.
“Hitung-hitungan kami, kalau Pak Jokowi karena kesibukan bulan September dan Oktober tidak hadir. Saya agak khawatir biasanya kan asas resiprositas, Paus sulit hadir karena presiden tidak hadir,” ujar Agus yang sebelumnya menjabat Dubes RI untuk New Zealand dan Wakil Dubes RI untuk Moskow.
Meski demikian, Agus merasa optimistis Presiden Jokowi akan datang ke Vatikan, mengingat respons positif presiden saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Vatikan, Kardinal Pietro Parolin, awal Agustus 2015.
“Pak Jokowi sangat ingin datang, dan secara simbolik ini suatu yang positif terkait misi saya untuk merawat kemajemukan bangsa terutama dari aspek kemajemukan agama,” kata Agus.
Agus mengaku, memiliki misi khusus sebagai dubes baru RI untuk Takhta Suci yaitu menyebarkan diplomasi kebudayaan terutama melakukan dialog antaragama.
Menurutnya, Vatikan masih menjadikan Indonesia sebagai model dalam kehidupan pluralisme antar umat beragama. Agus akan bertolak ke Vatikan untuk memulai tugasnya pada 14 Februari 2016.*
Rep: Muhsin
Editor: Cholis Akbar
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.hidayatullah.com dan Segera Update aplikasi hidcom untuk Android . Install/Update Aplikasi Hidcom Android Anda Sekarang !
Topik: , , , , , ,
IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

20 uskup negara-negara Melanesia berkunjung ke Papua


14/04/2016 

Tanpa banyak menarik perhatian pemberitaan media mainstream Jakarta, sebanyak 20 uskup dari Papua Nugini dan Kepulauan Solomon mengunjungi Jayapura akhir pekan lalu. Di antara mereka yang datang, adalah Uskup Agung Port Moresby, Mgr John Ribat dan Uskup Agung Honiara, Solomon Islands, Mgr Adrian Smith.
Media Australia, abc.net.au, yang pertama kali melaporkan adanya kunjungan itu, tidak menyebutkan kapan persisnya para uskup menginjakkan kaki mereka di Papua.
Namun menurut Markus Haluk, aktivis United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang turut menghadiri misa yang diadakan para uskup itu, rombongan uskup tiba di Jayapura pada hari Jumat 8 April pukul 09:00. Mereka pulang pada hari Sabtu pukul 14:00.
“Sebanyak 20 uskup, tiga dari Solomon Island dan 17 dari Papua Nugini. Selain itu ada 2 pastor dan dua suster,” kata Markus Haluk lewat pesan singkat kepada Satuharapan.com.
Di antara agenda mereka adalah mengunjungi STFT Fajar Timur, RS Katolik Dian Harapan, pertemuan dengan uskup-uskup Papua dan Misa bersama.
Para aktivis setempat mengatakan kunjungan para uskup itu terkesan mendadak dan tidak diumumkan secara luas. Bis dan personel militer dilaporkan mengangkut dan mendampingi mereka selama kunjungan ke Papua.
Frederika Korain, aktivis dan pengacara di Papua, mengatakan kunjungan para uskup itu sama sekali tak terduga.
“Merupakan kejutan besar bagi kami karena sudah puluhan tahun tidak ada delegasi sebesar itu datang ke tanah kami,” kata dia, kepada abc.net. au.
Ia menambahkan, dirinya baru mengetahui adanya kunjungan itu pada hari pertama mereka tiba di Papua, pada sore hari. Info tersebut ia dapatkan dari pelajar yang bertemu dengan para uskup.
“Mereka datang dari perbatasan Papua Nugini dengan mengendarai bis militer, dikawal oleh personel militer, beberapa di antara mereka berseragam, yang lainnya tidak,” kata Frederika.
Para aktivis yang mendengar adanya kunjungan itu, segera mencoba berbagai cara untuk datang dan menemui mereka. Namun, kata Frederika, pengawal oleh personel militer sangat ketat dan ia menilai kunjungan para uskup ke Papua agak tertutup.
Sebuah kelompok perempuan Katolik di Papua mengatakan, kunjungan para uskup dari negara-negara Pasifik Selatan ini adalah semacam misi pencarian fakta (fact finding).
Apakah mereka dapat menemukan fakta yang sebenarnya di Papua?
“Saya pikir mereka tidak akan mendapatkan gambaran yang akurat tentang kehidupan di Jayapura. Mereka tidak punya waktu bertemu dengan penduduk biasa,” kata Frederika.
Kendati demikian, kedatangan para uskup itu tetap mendapat apresiasi. Kedatangan mereka diharapkan dapat memberi mereka gambaran yang lebih jelas tentang apa yang terjadi di Papua.
“Kami mendapat pernyataan yang jelas, khususnya dari ketua presiden Bishop Conference, yang bertemu dengan Uskup Jayapura. Bahwa mereka akan datang lagi dan ingin mendengarkan apa yang terjadi di sini (Papua),” kata Frederika.
Menurut Markus Haluk, pertemuan ini adalah inisiatif dari para uskup Kepulauan Solomon dan Papua Nugini. Hanya saja mereka diantar dan dijemput dengan mobil bis Kodam 17 Cendrawasih.
“Tanggapan saya, kami menyambut baik kunjungan bersejarah uskup Solomon dan Papua Nugini. Sudah saatnya uskup-uskup Melanesia dari Papua Nugini dan Solomon mendengar, melihat langsung, tangisan penderitaan umat pribumi Katolik (Kristen) Melanesia di West Papua,” kata Markus Haluk.
“Sudah waktunya para uskup Melanesia dan Oceania, Australia, Selandia Baru, Asia, Eropa, Uni Eropa, AS bahkan Bapa Suci Paus Fransiskus, mendoakan kami guna menyelamatkan umat Tuhan di Melanesia, Papua Barat yang sedang menuju kepunahan,” kata dia.
Sebelum ini, Gereja Katolik Keuskupan Brisbane, telah membuka kembali mata dunia internasional atas pelanggaran HAM di Papua dengan terungkapnya laporan yang disajikan sebuah tim pencari fakta yang mereka kirim ke Papua.
Dalam laporan itu dikatakan warga Papua dipukuli, diintimidasi, disiksa, diculik bahkan dibunuh di Papua.
Isi laporan ini dihimpun oleh Shadow Human Rights Fact Finding Mission to West Papua yang dibentuk oleh Brisbane Catholic Justice and Peace Commission, menyusul kunjungan mereka ke Papua pada Februari.
Laporan itu mendokumentasikan berbagai diskriminasi ekonomi, sosial dan agama di Papua, termasuk bagaimana penguasaan tanah telah lebih menguntungkan perusahaan multinasional sedangkan warga Papua dikecualikan dari kepemilikan dan pekerjaan.
Laporan itu juga membandingkannya dengan sebuah genosida dalam gerak lambat dan menyatakan bahwa “orang (pemerintah) Indonesia ingin mengganti agama Kristen dengan Islam”.
Penulis laporan tersebut, Suster Josephite, Susan Connelly, berangkat ke Papua didampingi oleh oleh sekretaris eksekutif Komisi Perdamaian dan Keadilan Keuskupan Agung Brisbane, Peter Arndt.
Selama misi pencarian fakta, mereka mewawancarai lebih dari 250 tokoh masyarakat di Jayapura, Merauke, Timika dan Sorong.
Belum diketahui apakah isi laporan mereka akan menjadi sikap resmi Gereja Katolik.
TNI amati sikap Gereja Katolik
Berkaitan dengan kunjungan para uskup tersebut, menurut Ketua Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, pemerintah pusat khususnya TNI, selalu berusaha mengamati sikap dan posisi Gereja, dalam konstelasi konflik di Papua.
Hanya saja, kata Adriana dalam wawancara khusus dengan satuharapan.com, Senin (11/4), di Papua jumlah Gereja banyak. Oleh karena itu sulit untuk mendapatkan satu kesimpulan mengenai posisi mereka dalam menyikapi keinginan sementara kalangan rakyat Papua yang menuntut ingin menentukan nasib sendiri (self determination).
Menurut Adriana, sikap Gereja Katolik lebih dapat dibaca antara lain karena hirarki organisasinya yang jelas.
“Gereja di Papua kan banyak. Saya melihat Katolik lebih mudah membacanya,” tutur dia.
Sikap Gereja Katolik selama ini, kata Adriana, adalah fokus pada misi kemanusiaan. Itu sebabnya, kata Adriana, Gereja Katolik sangat menentang pelanggaran HAM di Papua.
Namun, ia menambahkan, dalam hal perjuangan untuk menentukan nasib sendiri atau merdeka di kalangan rakyat Papua, sikap Gereja Katolik sudah disampaikan oleh Paus Fransiskus kepada Duta Besar Indonesia untuk Vatikan.
Menurut Adriana, Paus mengatakan kepada Dubes, bahwa Gereja Katolik tetap mendukung Papua sebagai bagian dari NKRI. Namun di sisi lain, pemerintah pusat harus memperhatikan Papua secara serius.
“Paus sudah menyampaikan kepad Dubes kita bahwa Vatikan mendukung Indonesia, Papua di dalam Indonsia, tetapi tolong perhatikan Papua,” tutur Adriana, menirukan pesan Paus. Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari Gereja Katolik tentang hal ini.
Di luar Katolik, diakui oleh Adriana, banyak juga Gereja yang pro-kemerdekaan. “Jemaatnya juga banyak dan mereka mendukung adanya dialog. Dan mereka sudah sampai pada tuntutan yang konkrit. Mereka umumnya bicara tentang hal yang sama. Apalagi kalau bicara tentang pelanggaran HAM, suaranya sama,” kata Adriana.
“Dari TNI yang paling dikahwatirkan memang posisi Gereja Katolik. Kalau sudah diasumsikan bahwa mereka pro kepada merdeka, itu yang paling ditakuti tentara. Sejauh ini belum. Posisi Gereja membela kemanusiaan, bukan pro kemerdekaan.”

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

DUNIA
Penulis: Eben E. Siadari 21:19 WIB | Jumat, 07 Oktober 2016

Parlemen Catalonia Setujui Referendum Merdeka dari Spanyol 


CATALONIA, SATUHARAPAN.COM - Parlemen wilayah Catalonia menyetujui diselenggarakannya referendum untuk merdeka dari Spanyol di tengah ketegangan dengan pemerintah pusat yang menganggap bahwa wilayah kaya itu tidak memiliki landasan hukum untuk memiliki otonomi penuh.
Keputusan untuk menyetujui diselenggarakannya referendum tersebut diumumkan pada hari Kamis (6/10). Referendum itu sendiri direncanakan dilaksanakan pada September tahun mendatang.
Bagi pemerintah pusat Spanyul di bawah pimpinan Perdana Menteri Mariano Rajoy, merupakan kemunduran di tengah upayanya untuk merangkul kaum separatis Catalan.
Partai Rakyat darimana PM Mariano berasal,  telah berulang kali menolak permintaan Barcelona untuk mengadakan referendum kemerdekaan, dan meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan resolusi  parlemen Catalonia Juli lalu yang menuntut kemerdekaan.
Setelah pemungutan suara pada hari Kamis, Mahkamah Konstitusi menyatakan sedang mencari upaya apakah bisa mengajukan gugatan terhadap ketua parlemen Catalonia yang mengizinkan pemungutan suara itu berlangsung.
Presiden Regional Catalonia, Carles Puigdemont, mengatakan pekan lalu bahwa ia masih  bernegosiasi untuk mengetahui apakah referendum akan mengikat secara hukum atau tidak, tapi dia akan tetap melaksanakan referendum walaupun tanpa izin Madrid.
Puigdemont menuai gelombang dukungan setelah memenangkan mosi tidak percaya parlemen Kamis lalu yang dimaksudkan untuk menopang persetujuan bagi gerakan kemerdekaan. Menurut jajak pendapat terbaru, sekitar 48 persen dari warga Catalonia mendukung pemisahan diri, meskipun jumlah yang turut memberi suara turun beberapa persen dari hasil referendum beberapa tahun yang lalu. (AFP/Reuters)
Editor : Eben E. Siadari

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

INDONESIA – Para Tokoh Agama Desak PBB Hentikan Serangan Israel di Gaza

08/01/2009 JAKARTA (UCAN) — Lebih dari 50 tokoh dari semua agama di Indonesia serta politisi dan akademisi telah menemui wakil Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di sini untuk menyampaikan pernyataan yang mengungkapkan keprihatinan atas serangan Israel di Gaza.
Din Syamsuddin, ketua Muhammadiyah, memimpin kelompok yang terdiri atas umat Buddha, Hindu, Islam, Katolik, Konghucu, dan Protestan itu pada pertemuan 7 Januari tersebut.
El-Mostafa Benlamlih, wakil Program Pengembangan PBB (UNDP, United Nations Development Program), menerima delegasi “Leaders of Indonesian Civil Society Organizations” (para tokoh dari organisasi-organisasi masyarakat sipil Indonesia) itu di kantornya.
“Kami mengecam keras serangan dan pengeboman yang brutal dan mematikan di Gaza dan warga Palestina yang tidak bersalah. Kami yakin hal semacam ini merupakan pelanggaran buruk terhadap hak asasi manusia dan kejahatan yang menyakitkan terhadap kemanusiaan,” kata pernyataan berbahasa Inggris yang dibacakan Syamsuddin tersebut.
“Kami yakin perkembangan terakhir di Gaza akan memberi jalan keluar bagi ketegangan dan konflik global, yang hanya akan menghambat upaya-upaya kita untuk mewujudkan perdamaian sejati yang bermakna di dunia,” demikian pernyataan itu.
“Kami mendesak PBB untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan [adil] dengan mengeluarkan dan menerapkan sebuah resolusi yang memerintahkan pemerintah Israel untuk segera menghentikan kebrutalan dan pengeboman itu, dan untuk memberi sanksi yang tepat. Kegagalan dalam melakukan hal ini hanya akan membuat PBB menjadi organisasi internasional yang tidak efektif dan tidak bermakna,” kata pernyataan itu.
Para tokoh agama dan anggota delegasi lainnya mendorong “semua orang dan negara yang cinta perdamaian dan keadilan untuk meneruskan upaya mereka dalam menuntut PBB agar menekan pemerintah Israel untuk menghentikan serangan dan pengeboman mereka di Gaza dan terhadap warga Palestina dengan tanpa syarat.”
Mereka juga meminta komunitas internasional “untuk mengirimkan misi kemanusiaan guna membantu masyarakat di Gaza, khususnya, dan warga Palestina, umumnya, untuk mengurangi kesedihan dan penderitaan mereka sebagai akibat dari kebrutalan pemerintah Israel.”
Menanggapi pernyataan tersebut, Benlamlih menegaskan bahwa konflik itu bukan isu agama tetapi pertikaian antara yang kuat dan yang lemah, yang kedua pihak mencari keadilan dan perdamaian. Ia meyakinkan para tokoh agama dan masyarakat bahwa PBB juga prihatin terhadap situasi di Gaza.
“Kami sependapat dengan Anda bahwa ada banyak frustrasi terhadap cara kerja PBB,” katanya kepada kelompok itu. “Tetapi kami hanyalah sebuah forum. Kami menekankan dialog dan mengedepankan perdamaian.”
Wakil UNDP itu berjanji akan menyerahkan pernyataan itu ke kantor pusat PBB di New York.
Pada pertemuan itu, beberapa tokoh agama secara pribadi menyampaikan keprihatinan mereka. Theopilus Bela, seorang Katolik dan sekretaris umum Indonesian Committee on Religion for Peace, menegaskan bahwa “satu-satunya jalan untuk menyelesaikan konflik adalah dialog.”
Komarudin Hidayat, rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di Jakarta, menggambarkan perang itu melampaui batas kemanusiaan “karena ibu dan anak menjadi korban.”
Berbicara kepada UCA News seusai pertemuan, Pastor Antonius Benny Susetyo mengatakan bahwa ia menganggap perang itu sebagai konflik teritorial.
“Orang Kristen juga menjadi korban dalam tragedi itu,” kata imam yang adalah sekretaris eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) itu. “Saya berharap para pemuka agama di Indonesia membangun solidaritas untuk membantu rakyat Palestina. Namun mereka juga membutuhkan peran global karena kalau hanya mereka sendiri tidak bisa,” katanya.
Pastor Susetyo menjelaskan bahwa Paus Benediktus XVI telah meminta pihak yang berperang untuk menghentikan serangan dan mengupayakan solusi damai.
Juga hadir pada pertemuan itu adalah Pendeta Weinata Sairin, wakil sekretaris umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Organisasinya menyebarkan pernyataan sendiri, yang, di antaranya mengimbau semua Gereja di Indonesia agar berdoa bagi perdamaian di Timur Tengah.
Pada konferensi pers seusai pertemuan, Syamsuddin menegaskan: “Kami datang ke sini karena kami masih percaya kepada PBB, dan kami berharap organisasi ini efektif dan bermakna sebagai sebuah organisasi internasional.”
Al Jazeera, jaringan berita yang berbasis di Qatar, melaporkan dalam website-nya (english.aljazeera.net) bahwa sedikitnya 700 warga Palestina termasuk 219 anak tewas di Gaza sejak Israel memulai serangan pada 27 Desember. Lebih dari 3.080 orang terluka. Dalam periode yang sama, tujuh tentara dan tiga warga Israel dilaporkan tewas.
END

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

Palestina Apresiasi Dukungan Total Indonesia


CARACAS -
Pemerintah Palestina mengapresiasi pemerintah Indonesia, karena terus menerus memberikan dukungan kepada Palestina. Apresiasi itu disampaikan saat terjadi pertemuan antara Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad Al Maliki dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi.

Pertemuan antara kedua Menlu terjadi di sela-sela pertemuan Tingkat Menteri untuk mempersiapakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok (GNB), di Margarita Island, Venezuela.

Dalam pertemuan itu, kedua Menlu juga membahas mengenai pentingnya dukungan internasional terhadap perjuangan Palestina. Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang berpartisipasi dalam Paris Meeting pada tanggal 3 Juni 2016.

"Indonesia telah dan akan secara konsisten membawa isu mengenai kemerdekaan Palestina di berbagai pertemuan yang dihadiri, agar isu kemerdekaan Palestina mendapat perhatian dan dukungan internasional" ucap Retno, seperti tertuang dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Jumat (16/9).

Terkait dengan dukungan Indonesia kepada rakyat Palestina, Retno menegaskan bahwa Indonesia akan melanjutkan bantuan dan pemberian kerja sama teknis kepada Palestina. Menlu RI juga menyampaikan, dukungan kepada rakyat Palestina tidak saja datang dari Pemerintah Indonesia, namun juga secara nyata dari masyarakat Indonesia.

"Masyarakat Indonesia sangat mendukung perjuangan rakyat Palestina. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan rumah sakit di Gaza yang dananya datang dari sumbangan masyarakat Indonesia" tukasnya.


(esn)
IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

Pidato Kenegaraan HUT RI ke-71

 



Presiden Jokowi: Indonesia Mendorong Kemerdekaan Palestina

Sejak kampanye pada Pilpres 2014 hingga di tahun keduanya menjadi presiden (2015-2016), Jokowi berkali-kali berjanji mendorong kemerdekaan Palestina. Dinilai belum konkret.

Hidayatullah.com– Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa Indonesia terus mendorong penyelesaian konflik internasional, termasuk di Timur Tengah, secara damai.
Hal itu disampaikan pada Pidato Kenegaraan Presiden dalam rangka HUT ke-71 Proklamasi Kemerdekaan RI di depan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI di gedung MPR, Jakarta.
Indonesia, kata Presiden, terus mendorong penuntasan konflik di Suriah secara damai. “Serta pemenuhan hak-hak kemerdekaan rakyat Palestina,” ujarnya dalam pidato yang digelar sehari sebelum Upacara Kemerdekaan RI ke-71 yang tahun ini jatuh pada Rabu, 14 Dzulqa’dah 1437 H (17/08/2016).
Penyelesaian konflik secara damai, kata Presiden, merupakan semangat yang dibawa Indonesia saat menyerukan ajakan toleransi dan perdamaian di berbagai pertemuan dengan negara-negara Arab dan dengan Amerika Serikat.
“Baik itu melalui jalur dialog dan maupun penggunaan media sosial,” imbuhnya sebagaimana dilansir laman setkab.go.id.
Begitu pula, lanjutnya, Indonesia terus terlibat aktif dalam mendorong penyelesaian perselisihan di Laut Cina Selatan. Yaitu melalui negosiasi dan upaya damai pasca penetapan Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda.
Presiden mengatakan, langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri Indonesia sebagai aspek strategis ketiga yang dicanangkan di tahun 2016.
Tahun ini, katanya, dapat disebut sebagai Tahun Percepatan Pembangunan Nasional.
Pada aspek ini pun, katanya, dengan diplomasi yang kuat, Pemerintah mempercepat penjajakan berbagai kerja sama pedagangan internasional. Serta, mempertimbangkan partisipasi Indonesia di Trans-Pacific Partnership Agreement (TPPA), RCEP, dan lain-lainnya.
Dinilai Belum Konkret
Diketahui, sejak kampanye pada Pemilihan Presiden 2014 hingga di tahun keduanya  menjadi presiden saat ini, Jokowi berkali-kali menyampaikan janjinya mendorong kemerdekaan Palestina.
Misalnya, dalam pidatonya pada Konferensi Asia Afrika di Jakarta, Rabu (22/04/2015), Presiden Jokowi mengatakan dunia masih berutang kepada rakyat Palestina.
“Kita tidak boleh berpaling dari penderitaan rakyat Palestina, kita harus terus berjuang bersama mereka. Kita harus mendukung lahirnya sebuah negara Palestina yang merdeka….” demikian pidatonya kala itu.
Namun, janji-janji Jokowi terkait kemerdekaan Palestina tersebut dinilai banyak pihak belum direalisasikan Jokowi secara konkret. Ia pun diminta banyak pihak untuk bertindak lebih nyata.
Dalam catatan hidayatullah.com, misalnya, pada sebuah aksi damai di Jakarta, Jumat (14/11/2014), Aliansi Selamatkan Al-Aqsa mendesak Jokowi merealisasikan janji kampanyenya untuk membela Palestina. [Baca: Aliansi Selamatkan Al-Aqsha Tagih Jokowi Bela Al Aqsha]
Pemuda Persatuan Umat Islam (PUI), April 2015, pun mendesak Jokowi merealisasikan janjinya terkait kemerdekaan Palestina. [Baca: Jokowi Diminta Kongkritkan Janji Kemerdekaan Palestina]
Ketua Umum MUI Pusat, KH Ma’ruf Amin pada Rabu (21/10/2015), berharap janji Jokowi bukan sebatas statemen. [Baca: MUI Berharap Jokowi Penuhi Janji Kampanye Wujudkan Kemerdekaan Palestina]
Empat Aspek Strategis
Pada pidato kenegaraan Presiden dalam rangka HUT RI ke-71 tersebut, Jokowi menyampaikan empat aspek strategis Indonesia memasuki tahun 2016.
Aspek strategis pertama adalah mempercepat reformasi hukum untuk memberikan kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Juga, terus mendorong reformasi birokrasi untuk menghadirkan pelayanan publik yang lebih prima.
Aspek strategis kedua, perombakan manajemen anggaran pembangunan dan aspek strategis ketiga adalah politik luar negeri. Sedangkan aspek strategis keempat, kata Presiden, adalah demokrasi, stabilitas politik, dan keamanan.*
Rep: SKR
Editor: Muhammad Abdus Syakur
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.hidayatullah.com dan Segera Update aplikasi hidcom untuk Android . Install/Update Aplikasi Hidcom Android Anda Sekarang !
Topik: , , , , , , ,
http://news.okezone.com/topic/9831/indonesia-palestina
http://nes.okezone.com/read/2016/03/06/18/1329108/60-tahun-catatan-dukungan-indonesia-untuk-palestinaw
http://univbatam.ac.id/?p=16963
http://www.anginselatan.com/2016/03/jubir-ulmwp-hentikan-pendudukan-ilegal.html

ADA BERITANYA
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/gereja-katolik-minta-pbb-investigasi-pelanggaran-ham-papua
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/sejumlah-negara-hadiri-pertemuan-pembebasan-papua-di-london

SUMBERNYA :
1. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/02/16/o2n6lv394-kunjungan-paus-fransiskus-ke-ri-ulangi-paus-yohanes
2. https://m.tempo.co/read/news/2016/02/04/078742375/kunjungan-paus-fransiskus-ke-indonesia-akan-perteguh-nkri
3.http://www.beritasatu.com/nasional/346320-2017-paus-fransiskus-akan-kunjungi-empat-provinsi-di-indonesia.html
 4.http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2016/02/03/88647/2017-nanti-paus-akan-kunjungi-papua-dan-manado.html
5.://inhttpdonesia.ucanews.com/2016/04/14/20-uskup-negara-negara-melanesia-ke-papua/
6.http://international.sindonews.com/read/1139835/42/palestina-apresiasi-dukungan-total-indonesia-1474013450

OK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar